Cerpen
Pengalaman Pribadi Selama di Kelas X-4
Kisahku di kelas X-4
Siapa yang
tidak tahu SMAN 1 PURWAKARTA? Semua orang begitu mengidam-idamkan untuk
bersekolah di sana. Begitupun aku. Aku sangat bersyukur saat akhirnya aku
diterima bersekolah di kampus yang memiliki segudang prestasi ini. Dan aku
lebih bersyukur lagi karena aku ditempatkan di kelas yang di dalamnya terdapat
murid-murid dengan kepribadian baik. Ya—itulah kelas X-4. Meskipun pada awalnya
kami memiliki penyakit individualis alias tidak kompak karena belum terlalu
saling kelal dan banyak mengalami perselisihan pendapat, tapi kita berakhir
sebagai kelas yang cukup kompak di SMAN 1 Purwakarta ini.
Kisahku di
kelas X-4 ini diawali di suatu pagi yang cerah di bulan Juli silam, atau mungin
Agustus? Entahlah, aku tidak terlalu ingat. Saat itu hari senin. Sekolah
mewajibkan kita mengenakan kerudung di hari pertama kita sekolah itu.
Belakangan aku tahu kalau ternyata ada acara Isra Mi’raj di SMANSA (sapaan
akrab nama sekolahku). Selepas acara Isra Mi’raj tersebut, kita semua diminta
untuk melihat ke papan pengumuman untuk mengetaui ditempatan di kelas manakah masing-masing
dari kita ini. Kondisi di sekitar papan pengumuman tampak penuh sesak. Setiap
orang berebutan ingin tahu di mana kelas mereka. Setelah sekitar lima belas
menit menunggu suasana sedikit lengang, akhirnya aku bisa mulai mencari namaku
di papan pengumuman itu. Ternyata kelas X-4. Kususuri nama demi nama yang
tertera di daftar absen X-4 itu, tapi tidak ada nama lain yang kukenal selain nama
Chyntia Permata yang tidak lain adalah tetanggaku sendiri.
Setengah
tegang kucari-cari di mana letak kelas X-4 itu. Kulihat di depan sebuah pintu
kelas seorang anak laki-laki yang kutebak anak kelas X juga, tengah meneriakkan
kata X-4 kepada setiap orang yang lewat.
“Kelas X-4
di sini! X-4 di sini!” ujarnya.
Tanpa
bertanya lebih lanjut aku langsung memasuki ruangan kelas tersebut. Sudah
banyak orang di situ. Salah satu yang kukenal tersenyum padaku dan mengajakku
untuk duduk bersama. Dia tak lain adalah Chyntia atau yang lebih akrab disapa
Cicil.
“Kamu di
kelas ini juga?” tanyanya basa-basi. Aku hanya menganggu singkat.
Waktu terus
berjalan, kelas sudah penuh sesak. Rupanya semua sudah masuk. Mungkin ini
terlalu cepat, tapi kami langsung menyusun struktur organisasi di hari itu
juga. Seorang laki-laki bernama Pikko terpilih sebagai KM di X-4, lalu Allysa
sebagai wakil KM, dan seterusnya. Dari situ aku baru sadar ternyata orang yang
aku kenal bukan hanya Cicil saja, tapi masih banyak yang lainnya. Salah satunya
adalah Pikko dan Allysa, yang merupakan teman satu kompleksku.
Acara
pemilihan struktur organisasi berlangsung cukup lama. Di tengah-tengah acara
juga tidak lupa diperkenalkan siapa guru yang akan menjadi wali kelas kami.
Beliau adalah Bu Neni, seorang guru matematika yang saat itu sedang hamil.
Dilihat dari luar beliau tampak begitu baik dan bersahabat. Walau sebetulnya
wali kelas kita yang semula adalah Pak Ida, guru Basa Sunda, tapi tidak ada
satupun yang protes mengenai pergantian ini.
Esok harinya
aku kembali berangkat sekolah menuju SMANSA. Awalnya sedikit terasa aneh ketika
biasanya aku berangkat menuju SMP, sekarang justru ke SMA. Mungkin aku masih
belum terbiasa. Aku memasuki kelas dengan canggung. Semua orang saling menatap
satu sama lain penuh rasa ingin tahu. Mereka sama sepertiku, ingin berkenalan
tapi masih terlalu malu. Dan akhirnya kuanggap hari ini berakhir dengan
kecanggungan di antara kami. Belum ada keharmonisan.
Hari demi
hari berlalu. Kini kita sudah saling mengenal. Kendatipun demikian, kekompakkan
masih belum tercipta. Setiap anak membentuk kubu atau kelompok bermain
masing-masing. Akibatnya, ada sebagian anak yang tidak memiliki kelompok,
mereka jadi menyendiri. Merasa terasingkan.
Tak terasa
satu semester berlalu begitu saja. Perpecahan di kelas X-4 semakin menjadi.
Kelompok yang ada sebagian tidak mau menerima kehadiran anak lain. Jadi, mereka
hanya mau berbicara akrab dengan anggota kelompoknya saja. Adapun aku, akhirnya
aku menemukan teman bermain yang cocok dengan gayaku. Mereka adalah Anisa Sang
Ratu Cerewet, Nabila, Cicil, dan Risma. Meskipun tidak terlalu sering bersama,
tapi kami cukup dekat, bahkan sangat dekat. Banyak momen yang kami habiskan
bersama di dalam bahkan di luar sekolah.
Kami
sekelas berteman, tapi kami juga bertengkar. Pernah suatu hari terjadi
perselisihan pendapat antara kubu yang pro dan kubu yang kontra pada salah satu
Girl Band tanah air yaitu Cherry Belle. Mereka yang pro terus mendukung
idolanya walau mereka salah sekalipun. Sedangkan mereka yang kontra tentu saja
menentang keberadaan idola mereka yang dicap sebagai plagiat sebuah Girl Band
di Korea. Semua saling beradu argument. Padahal sebetulnya apa yang mereka
cari, bukan keuntungan pastinya.
Pertentanganpun
berakhir saat kubu kontra memasang asli tidak peduli lagi. Masalah selesai
tanpa antiklimaks.
Suatu hari,
seorang guru kesenian meminta kami untuk membuat sebuah drama musical kemudian
mementaskannya saat menjelang UKK. Kami menerima permintaan tersebut dengan
senang hati. Selain karena itu tugas, juga karena kami suka seni. Drama musical
salah satunya. Naskah telah dibuat, konsep telah ditentukan, pemain telah
ditentukan, latihanpun dimulai. Pertama latihan adalah saat-saat tanpa
ketengangan karena kami yakin kesalahan kecil tidak jadi masalah. Ini masih
awal latihan. Tapi untuk latihan yang kesekian kalinya hal ini menjadi lain.
Kesalahan kecil sudah tidak bisa ditoleransi lagi, semua saling memaki setiap
ada cacat sedikit saja. Lama kelamaan semua menjadi gerah sendiri. Drama hampir
terancam dibatalkan. Namun beruntung, di samping sifat egois dari masing-masing
anak, masih ada juga sisi dewasa yang kami miliki. Latihan kembali berjalan
lancar, dan saat pentas tiba, kelas X-4 menjadi penampil terbaik bagi guru
kesenian kami. Beliau ta henti-hentinya memuji kekreativan kami dalam membuat
drama yang terancam gagal ini. Kami hanya tersenyu lebar, bersyukur dalam hati.
Tak terasa
tahun ajaran 2011/2012 hampir usai. Sekolah mengadakan acara Hiking ke bukit di Kecamatan Wanayasa
sebagai acara rutin tahunan kami. Acara hari itu berjalan lancer tanpa ada
permusuhan. Walaupun aku saat itu menjadi salah satu panitia, namun aku masih
menyempatkan diri untuk bergabung bersama anak-anak X-4. Entah kenapa, rasanya
acara ini amat begitu menggembirakan. Dan yang amatkusyukuri adalah, lewat
acara tersebut kita bisa menunjukkan kekompakan kita lebih jauh lagi. Semua
saling tolong-menolong saat ada teman yang membutuhkan batuan. Tidak ada sifat
individualis lagi di antara kami. Bahkan sebagian anak menyayangkan kenapa kita
baru bisa kompak sekarang. Mmungin jika kami seperti ini dari dulu, tidak akan
pernah ada permusuhan di kelas X-4.
Di luar
sifat egois siswa X-4, dan segala hal buruk lainnya, aku bersyukur bisa
ditempatkan bersama mereka. Mereka adalah teman-temanku untuk kini, nanti, dan
selamanya.
TAMAT