Cecil sudah seratus kali
bolak-balik di dalam kamarnya. Cewek cantik berkulit putih dan berambut panjang
menggulung-gulung (ikal) itu tengah sibuk (stress) memikirkan sesuatu. Dahinya
berkerut tanda cemas. Dari mulutnya terus-menerus keluar gumaman seperti orang
sedang berdzikir.
Tak berapa lama, ia mengambil
handphone-nya yang tergeletak pasrah di
atas meja belajar. Ia mencari nomor seseorang, lalu mendial hp-nya.
“Halo?” sambut suara di
seberang telpon.
“Libby, gue mau ke rumah lo. Now! Stay on your home. Ok?”
Tanpa menunggu jawaban Libby,
Cecil langsung mematikan telponnya. Ia
meraih jaket terdekat, lalu keluar dari kamarnya.
***
“Apa?! Christian hilang!?”
pekik Libby kaget. Cecil, yang barusan selesai menceritakan masalah yang menimpanya
itu, mengangguk lesu. Ia sedih Christian hilang.
“Kok bisa?” tanya Libby.
“Gue juga gak tau. Waktu kita
lagi jalan ke taman, gue tinggalin dia bentar. Soalnya gue mau beli es krim.
Tapi pas gue balik lagi, dia udah gak ada!”
Hening.
“Elo harus bantuin gue nyari
Christian!”
“Tapi kita nyari ke mana?”
“Ya kita cari ke mana aja.
Kalau perlu, ke ujung duniapun gue rela asalkan Christian bisa kembali ke
samping gue dengan selamat.”
“Tapi …” Libby terlihat ragu.
“Gak ada tapi-tapian. Pokoknya
elo harus bantuin gue nyari dia. Elo kan tau gue sayang banget sama Christian
…” rengek Cecil memohon. Matanya mulai basah oleh air mata.
“Elo udah coba SMS atau telpon
dia?”
“Dia mana bisa mainin HP!?”
“Atau lo udah hubungin
keluarganya?”
“Percuma! Keluarganya gak bisa
ditanya!”
Libby merenung. Ada satu hal
lagi yang ingin ditanyakannya, tapi ia takut.
“Jadi lo mau nolongin gue nyari
dia gak?!” teriak Cecil tiba-tiba.
Setengah melamun, Libby
menjawab, “Ok … Tapi …”
“Apa lagi!?”
“Dia udah ilang berapa lama?”
“Tiga hari. Puas lo?!”
Libby mengangguk.
***
Ini hari ketujuh sejak Cecil
dan Libby memulai pencariannya mencari Christian. Tapi yang dicari tak kunjung
ditemukan. Padahal rasanya semua tempat sudah mereka telusuri. Mulai dari
taman, mall, bioskop, dan sejuta tempat lain yang biasa Cecil dan Christian
kunjungi kalau sedang berkencan. Tapi tetep aja sosok itu gak ada.
CECIL FRUSTASI.
“Dosa apa gue sampai harus
kehilangan sesuatu yang paling gue cintai!?”
“Sabar, Cil.”
“Mau sabar gimana? Coba kalo lo
ada di posisi gue, lo juga pasti sedih banget kan?”
“Iya, iya, Cil. Gue paham betul
perasaan lo kayak gimana,” kata Libby lembut. “Gue cuma mau ngusulin satu hal.”
“Apa?”
“Selama ini kan elo kurang
amal. Jadi lo harus bersumpah andai ada orang yang berhasil nemuin Christian,
mau lo kasih apa?”
Cecil berikir keras. Bener juga kata Libby, gue harus bikin
sumpah. Tapi sumpah apaan, ya?
“Gue tau!”
Libby menatap penasaran.
“Gue bersumpah, kalo yang
nemuin Christian itu cewek, bakal gue jadiin temen. Tapi kalo yang nemuinnya
cowok, gue bakal ngejadiin dia …”
Cecil menarik tubuh tubuh
Libby. Ia membisikkan sesuatu di telinga temannya itu.
Libby mengulurkan tangannya.
“Deal.”
Cecil menyambut uluran tangan
Libby. “Deal.”
Mereka berdua tertawa puas.
***
Hujan turun dengan deras. Membasahi
apa saja yang ada di bawahnya. Termasuk Cecil. Gadis itu masih bertahan sejak
pagi di taman tempat terakhirnya bersama Christian.
Hari ini tepat tiga minggu
Christian hilang. Dan Cecil yakin akan bertemu lagi dengan sosok yang begitu
dicintainya itu hari ini.
Sejak kepergian Christian,
Cecil merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Seringkali ia tanpa sadar
memanggil-manggil nama Christian dalam tidurnya. Berharap sosok itu bisa
kembali ke pelukannya. Setiap akan sarapan, ia selalu sengaja menunggu Christian
datang walau akhirnya sosok itu tak kunjung datang juga. Bahkan belakangan ini
ia sering bicara sendiri, menganggap Christian ada di kehampaan udara.
Cecil menangis. Ia pasti sudah
gila!
Malam beranjak naik. Hujan
turun semakin deras. Lampu-lampu taman sudah dinyalakan. Tapi Cecil masih tetap
bertahan. Ia belum menyerah.
Tiba-tiba telinganya menangkap
sebuah suara. Suara yang sudah akrab di telinganya. Suara yang amat
dirindukannya.
Ia mendongak. Ah, benar saja!
Beberapa meter di depannya seorang cowok berkulit putih, ganteng, dan tinggi
sedang berjalan menghampirinya. Dia hujan-hujanan, seperti Cecil. Dipangkuannya
ada seekor anjing yang menggigil kedinginan. Bulunya basah semua.
“Christian!?” teriak Cecil
girang bukan main. Ia berlari menyongsong cowok di depannya.
“Christian?” tanya cowok itu.
Cecil sudah benar-benar ada di depannya sekarang. “Sori, tapi nama gue Kevin.”
“Apa?” Cecil balik bertanya,
bingung.
“Iya. Gue Kevin. Bukan
Christian.”
Hening.
Cecil menatap cowok bernama
Kevin itu masih dengan tatapan bingung. Kepalanya sibuk berpikir.
“Oh!” seru Cecil tiba-tiba.
“Gue juga minta maaf. Yang barusan gue panggil bukan lo, tapi dia.” Jarinya
menunjuk sosok yang ada di pangkuan Kevin.
“Anjing ini maksud lo?”
“Iya.” Cecil segera merebut
Christian dari pangkuan Kevin. Tak rela kalau anjing kesayangannya itu hilang
lagi.
“Gue gak tau dan gak mau tau
gimana lo bisa nemuin Christian. Tapi gue ucapin makasih banyak, ya?” ujar
Cecil tulus. “Anyway, lo bukan
penculik anjing kan?”
Kevin menggeleng kaku. Ada apa
ini? Kok dia bisa gak paham apa yang terjadi, sih?
Karena Kevin tidak berkata
apa-apa juga, Cecilpun kembali berkata, “Ok. Karena lo udah berbaik hati mau
ngerawat anjing gue selama masa pelariannya, jadi gue bakal ngasih lo hadiah.”
“Hadiah? Ah gak usah. Lagian
gue ikhlas nolongin anjing lo, kok,” tolak Kevin halus. Akhirnya otaknya bisa
bisa connect lagi.
“Lo gak boleh nolak. Gue udah
bersumpah buat memenuhi janji ini.”
“Mmmhh … ya udah deh, kalo lo
tetep maksa—gue mau hadiahnya nama sama no telpon lo aja. Gimana?”
“Ih, narsis. Gak ah. Gue sih
gak mau ngasih lo apa-apa …”
“Terus?”
“Gue gak akan ngasih lo apa-apa
tapi gue bakal ngejadiin lo sebagai …”
DEG!
Kevin tegang menanti kelanjutan
ucapan cewek imut itu. Hujan yang ikutan tegang, berhenti turun ke bumi.
‘Jangan-jangan pacar? OMG! Mimpi apa gue semalem bisa dapet cewek
secantik dia?’
batin Kevin.
“Sopir.”
“Apa?”
“Sopir.”
“Maksud lo apa?” Kevin kembali
bingung.
“Gue mau jadiin lo sebagai sopir
gue. Gitu.”
Hening.
“Mau gak? Harus mau lo!”
Hening.
Cecil menoleh. Kevin pingsan.
0 komentar:
Posting Komentar