Title : Don’t leave me alone
Author : Jung Dae Hwa ( Dee)
Genre : Gak jelas
Rating : PG-13
Length : One shoot
Cast : Tiffany Hwang (SNSD), Lee Jong
Hyun (CN Bue)
Kau
tahu bagaimana rasanya bahagia?
Kau
tahu bagaimana rasanya jatuh cinta?
Dan
apakah kau tahu bagaimana rasanya kehilangan?
Aku
tahu ...
Sangat
tahu ...
Amat
tahu ...
Mungkin
kau juga akan tahu ...
***
Angin
dingin musim gugur bersemilir lembut menyentuh tengkuk seorang yeoja manis yang
tengah berdiri tegak di sudut kanan peron Seoul Station. Berkali-kali ia
merapatkan jaketnya untuk mengurangi hawa dingin yang tengah menyelimuti kota
Seoul itu. Tidak berhasil, jaketnya terlalu tipis. Ah, andai ia mengenakan
mantel musim dinginnya pasti akan sedikit lebih hangat. Ia menyesal karena
terlalu terburu-buru tadi.
~It’s my first love, what I’m dreamin’ of
When I go to bed
When I lay my head upon my pillow
Don’t know what to do~
Ponselnya
berdering, ada yang menelepon. Ia cepat-cepat merogoh benda itu dari dalam
sakunya dan langsung menekan tombol answer begitu melihat nama yang tertera di
display ponselnya, Lee Jong hyun.
“Jong
Hyun, kau kemana saja, hah?!” maki yeoja itu pada si penelepon. Ia kesal karena
telah dibuat menunggu lebih dari sejam oleh Jong Hyun, namja yang bahkan lebih
muda darinya.
“Mianhae,
noona. Kereta yang kunaiki mengalami masalah. Jadi tolong jangan salahkan aku.”
“Kau
pikir rasa bosanku bisa terobati hanya dengan kata maaf?” geram yeoja itu lagi.
“Lagi pula, mengapa ponselmu tidak aktif? Susah sekali menghubungimu.”
“Mianhae,
mianhae,” sesal Jong Hyun. Ia sadar, pasti membosankan menunggu seseorang
selama itu. “Aku sengaja mematikan ponselku karena takut diteror Yong Hwa hyung
dan menejer hyung,” katanya menyebutkan nama leader band-nya, CN Blue.
“Salah
sendiri kenapa kabur?”
“Aku
sengaja kabur karena ingin bertemu denganmu, noona. Kalau begitu, tunggu
sebentar lagi. Keretaku segera sampai.”
“Ne.”
Yeoja
itu mematikan ponselnya. Dalam hati ia bertanya-tanya : ada apa Jong Hyun
mengajaknya
bertemu? Aneh sekali ...
***
“Mwo?”
Tiffany menggebrak meja yang ada di depannya tanpa sadar.
“Noona
...” Jong Hyun meletakkan telunjuk di depan bibirnya. Setengah malu, ia
membungkukkan badan pada orang-orang di dalam kafe yang kini mereka tempati.
Orang-orang itu memandang heran pada Tiffany.
“Jong
Hyun, I don’t believe it!” ujar Tiffany setelah perasaannya tenang kembali.
“Kau bilang kau akan pergi ke Chunceon?”
“Ne,”
kata Jong Hyun sambil menenggak sojunya. Minuman yang pas untuk cuaca sedingin
ini.
“Untuk
apa?”
“Dosenku
di kampus memberi tugas untuk mengadakan survey ke Chunceon dan mencari tahu alat
musik tradisional apa saja yang berasal dari kota itu.”
Jong
Hyun kuliah di jurusan musik, jadi pantas dia mendapat tugas seperti itu. Tapi
entah kenapa, Tiffany seperti tidak rela membiarkan namja chingunya itu pergi.
Biasanya tidak seperti ini.
“Berapa
lama?” tanya Tiffany. “Berapa lama kau akan pergi?”
“Tiga
hari. Dan kebetulan selama tiga hari itu CN Blue tidak ada jadwal untuk show,
jadi aku bisa pergi dengan tenang.”
Tiffany
merinding mendengar ucapan Jong Hyun barusan. Tidak ada yang aneh, tapi ia
seperti menangkap maksud lain dari ucapan namja itu.
“Selama
di sana, kau harus terus menghubungiku.”
“Hahaha
... tentu saja noona. Aku akan mengirim SMS padamu setiap hari. Bahkan setiap
detik kalau perlu.”
“Janji?”
Tiffany mengulurkan kelingkingnya.
Jong
Hyun tersenyum lalu menautkan kelingkingnya sendiri di kelingking noona
kesayangannya itu. “Aku janji.”
***
-Tiffany
POV-
Jong
Hyun Oppa (walau lebih muda dariku, aku bersedia memanggil chinguku Oppa) akan
berangkat ke Chunceon besok pagi dengan KA201. Aku harus menemaninya ke
stasiun.
Ah ya,
apa aku pernah bilang pada kalian sudah berapa lama kami berpacaran? Belum?
Arra, akan kuberitahukan sekarang. Simak baik-baik, ok?
Err
... sebenarnya kami masih belum lama berpacaran, tepatnya baru 2 minggu. Hei,
jangan protes seperti itu, Nak!
Jadi,
malam itu kami bertemu dalam suatu perayaan di sebuah stasiun televisi dengan
bintang tamu SNSD, Super Junior, FT Isand, dan CN Blue. Entah mengapa, aku
merasa sepanjang acara berlangsung Jong Hyun terus memerhatikanku. Jujur saja
saat itu aku benar-benar salah tingkah. Bahkan saat SNSD tampil, gerakan
danceku sering salah.
Begitu
acara berakhir, aku cepat-cepat menuju mobil SM Town yang sudah datang menjemput.
Tapi sayang, sebelum aku berhasil mencapai kenop mobil, seseorang menarik
lenganku. Aku menoleh lalu tersenyum enggan padanya. Orang ini ...
“Kenapa
buru-buru sekali, noona?” tanyanya.
“Aku
... aku sedang tidak enak badan, jadi aku ingin istirahat di mobil sebentar,”
dustaku. Padahal alasan utamaku terburu-buru seperti ini adalah karena aku
ingin menghindari seseorang, Jong Hyun.
“Oh,
pantas saja kau terihat tidak fokus saat tampil tadi. Kukira kau hanya salah
tingkah karena terus kuperhatikan, tapi ternyata ... Ah sudahlah, selamat
berisitirahat.” Ia tersenyum kemudian berlalu dari hadapanku.
Malam
yang aneh ...
Namun
sama sekali tak kuduga ternyata malam yang aneh itu telah menjadi awal
kedekatan antara aku dan Jong Hyun. Sejak saat itu kami jadi sering berpapasan
secara tidak sengaja di jalan, departemen store, restoran, dan taman.
Hari
beganti minggu, minggu berganti bulan, dan kami pun semakin dekat. Hingga
akhirnya—dua minggu yang lalu—Jong Hyun mengungkapkan
perasaannya padaku. Saat itu aku pura-pura kaget sambil mengingatkannya kalau
aku lebih tua darinya. Kau tahu, namja tampan itu justru tertawa mendengar ucapanku.
“Setahun-dua
tahun tidak masalah,” katanya. “Jadi?”
Aku
tersenyum kemudian mengangguk.
Jong
Hyun berteriak kegirangan. Ia meraih bahuku dan mengguncang-guncangnya dengan
keras. Rasanya cukup sakit tapi aku menikmatinya. Entahah ... sepertinya euforia
Jong Hyun menulariku.
Pikiranku
kembali ke masa kini. Mendadak muncul kesedihan di hatiku. Ya, kami sudah resmi
berpacaran tapi Jong Hyun belum mau memberitahukannya pada siapapun. Dia bilang
berita ini harus dirahasiakan dulu karena ia tidak ingin infotainment sampai
mengetahuinya.
Terserah
dia saja! Sekarang sudah larut malam, aku harus tidur cepat kalau tidak mau
telat mengantar Jong Hyun ke stasiun.
Aku
memandang teman sekamarku yang sedang sibuk memainkan ponselnya. “Selamat
tidur, Sica eonni,” ujarku.
“Selamat
tidur, Fany,” balas Sica eonni sambil menguap lebar. Dasar.
***
“Bisakah
kau tidak usah pergi?” Aku menarik tangan Jong Hyun, tidak ingin ia berada jauh
dariku.
“Tidak
bisa, Chagiya.” Ia tersenyum lembut. “Keretaku sudah datang. Aku harus pergi
sekarang.”
“Jangan!”
Kembali kutarik lengan Jong Hyun. Kali ini cengkramanku lebih kuat. Takkan
kubiarkan ia melepaskannya.
“Mianhae.”
Jong Hyun menarik paksa lengannya yang sedang kupegang. Aku terkesima tanpa
benar-benar sadar apa yang terjadi. Saat akhirnya keadaanku sudah kembali
pulih, kulihat dia sudah tidak ada di sampingku lagi. Aku mengamati sekeliling
dan mendapati kereta yang akan membawa Jong Hyun ke negeri antah berantah itu mulai
berjalan perlahan-lahan, semakin cepat, cepat, dan menghilang.
Aku
menghela nafas dengan berat.
Dia
pergi. Sungguh-sungguh pergi meninggalkanku.
***
“Aku
belum mendapatkan apa-apa,” keluh Jong Hyun di hari kedua kepergiannya. Sesuai
dengan janjinya, ia meneleponku hampir setiap waktu. Aku senang dan lebih
senang lagi begitu sadar besok Oppa-ku akan kembali ke Seoul. Ah ... aku jadi
tidak sabar menunggu hari esok tiba.
“Waeyo?
Apakah tidak ada warga setempat yang bisa ditanyai?”
“Ada,
tapi aku tidak bisa bertanya padanya.”
“Cobalah
Oppa, jangan malu,” bujukku. Kalau tugasnya selesai lebih cepat, berarti lebih
baik.
“Aku
tidak malu, kok,” sangkalnya. “Sudah dulu ya, Chagiya. Besok kutelepon lagi.”
“Ne
Oppa.”
Sambungan
telepon terputus. Rasa sepi kembali menyeimutiku.
***
Aku
kesiangan!
Gara-gara
kemarin tidur terlalu malam aku jadi kesiangan. Cepat-cepat kuraih ponselku
untuk mengecek apakah ada telepon yang masuk dari Jong Hyun.
Ada.
Satu pesan dan satu miss caled.
Jong Oppa : Chagi, kenapa ponsemu? Kau tidak
bisa dihubungi. Aku hanya ingin memberitahumu kalau aku tidak jadi pulang hari
ini. Dosenku memberi perpanjangan waktu sampai satu minggu. Kau akan tetap
menungguku kembali, bukan?
Miss u
Apa?
diperpanjang?
Dengan
kalut, kutekan nomor ponsel Jong Hyun yang sudah kuhafal di luar kepala. Suara
seorang
yeoja menjawab teleponku.
Sorry, the nomber you’re calling is not active.
Please try again latter.
Shit!
Kenapa nomornya tidak aktif? Apakah Jong Hyun sengaja ingin menghindariku?
Aish
... itu tidak mungkin. Buang pikiran buruk itu jauh-jauh Fany! You can do it!
***
Jong Oppa : halo Chagi :D ini hari keempat aku
meninggakanmu. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja bukan? Tunggu beberapa
hari lagi, aku akan segera menemuimu.
....
Jong Oppa : Sudah lima hari? berarti hanya sisa
dua hari lagi J tunggu aku, noona.
...
Jong Oppa : Kau bangun siang hari ini? Payah.
Padahal besok aku akan segera pulang. Tunggu aku, noona ;)
***
Aku
melangkah maju-mundur di sekitar peron dengan linglung. Ah, lagi-lagi namja
tampan itu membuatku menunggu lama. Bahkan kali ini lebih lama dari sebelumnya.
Aku sudah menunggu lebih dari dua jam!
Tapi
aku bertekad akan tetap menunggunya. Berapa lamapun, aku akan menunggu.
Untuk
mengalihkan perhatian, kubaca kembali pesan terakhir dari Jong Hyun sebelum aku
berangkat ke stasiun tadi pagi.
Jung Oppa : Aku pulang, Chagi :D
Hanya
satu kalimat. Aneh.
Tak
terasa waktu berlalu dengan cepat. Malam telah turun menggantikan siang.
Berkali-kali kulirik arojiku sambil berharap Jong Hyun akan segera datang. Aku
begitu merindukannya.
Pukul
23.00
Sudah
cukup! Aku harus bertanya pada seseorang.
“Tuan,
kereta KA201 akan datang pukul berapa?”
Orang
yang kutanyai itu mengerutkan keningnya dalam-dalam. “Apakah maksudmu KA300
atau KA103?”
Aku
menggeleng. “Bukan. Aku hafal betul yang kumaksud adalah KA201,” kataku bersikeras.
Memang itu kan kereta yang dipakai Jong Hyun untuk ke Chunceon?
“Mustahil,”
gumam orang itu. “KA201 sudah tidak ada. Kereta itu mengalami kecelakaan dua
puluh tahun yang lalu. Tidak ada korban selamat dalam tragedi itu.”
“Mwo?!”
teriakku kaget.
Ini tidak
mungkin. Orang itu pasti bercanda. Ya, pasti bercanda.
Aku
menekan-nekan keypad ponselku dengan linglung. Entah apa yang akan kulakukan,
aku hanya melakukan apa yang otakku minta.
Jong
Hyun tidak mungkin meninggal, kataku berulang kali, berusaha meyakinkan diri
sendiri. Kalau kereta itu sudah tidak ada sejak dua puluh tahun yang lalu,
lantas kereta apakah yang waktu itu Jong Hyun tumpangi? Lagi pula, aku yakin
orang yang sering meneleponku itu Oppa, bukan orang lain. Dan dari nada
bicaranya aku yakin bahwa dia baik-baik saja. Dia masih hidup!
Aku
menempelkan ponselku di samping telinga, berusaha menghubungi Jong Hyun.
You’re dialed an incorrect number.
Nomor
tidak terdaftar.
Mwo?!
0 komentar:
Posting Komentar